Negeri Maka Tanoan

Negeri Maka Tanoan
GEMA TIGALALU : INTUB MAKA TANOAN, MHONAS MAKA LILIAN, MOT MAKA PALIHARA

Sabtu, 15 November 2008

Pembangunan ; Sebuah Dilema

Kata pembangunan memang menjadi tema sentral dalam perdebatan para intelektual negeri ini maupun dunia.seringkali kata ini muncul dari mulut siapapun, entah itu masyarakat ditingkat atau level pengambil dan penentu kebijakan maupun masyarakat tingkat bawah. Sekalipun kata pembangunan kerapkali menghiasi artikel dan buku-buku teks, namun kenyataan tak bisa dihindari bahwa definisi tentang pembangunan sejauh ini belum mendapatkan sebuah pengertian yang oleh semua orang menyepakatinya. kondisi inilah yang pada akhirnya memunculkan berbagai pengertian tentang pembangunan yang berbeda-beda. contohnya, fakta yang ditemukan seorang Selo Sumardjan yang terdampar disebuah kota kecil tentang pernyataan seorang penduduk setempat " Saya dulu tinggal di Jakarta tapi karena ada Pembangunan maka pindah kesini ".juga apa yang pernah didapati oleh Romo Mangun diatas puncak gunung kidul tentang pernyataan seorang penduduk " Saya bisa menghidupi keluarga, apabila tidak ada perintah pembangunan dari pak kepala desa". dan mungkin masih banyak lagi paradox-paradox tentang pembangunan yang akan ditemukan selain kedua paradox diatas.
Pada konteks itu muncul sebuah pertanyaan, mungkinkah dibangun sebuah konsepsi untuk meyama-ramatakan pemahaman tentang pembangunan? dapatkah kata pengembangan hadir untuk memecahkan paradox tentang pengertian pembangunan itu sendiri? ataukah yang lebih tepat adalah menggunakan kata pemberdayaan? sungguh sebuah dilema!Dalam ilmu pembangunan wilayah, kata yang sering digunakan adalah pengembangan wilayah, hal ini dimaksudkan untuk menghindari pengertian yang bias.
Munculnya berbagai pengertian tersebut, bila diamati secara mendalam akan didapati sebuah kesimpulan bahwa pengertian-pengertian diatas secara subtantif terletak pada azaz manfaat dari pembangunan itu sendiri. halmana terlihat dari cerita Selo Sumardjan, bahwa pembangunan bagi yang bersangkutan (seorang penduduk) adalah sebuah kebijakan yang pada akhirnya menyingkarkan rakyat. pembangunan juga -seperti cerita Romo Mangun- adalah sebuah kegiatan yang dilakukan atas perintah dari kepala desa.
Hal lain yang diamati adalah bahwa pembangunan yang dijalankan selama ini telah menunjukkan wajahnya yang sangat menindas massa-rakyat -terutama kaum periferal-. dapat dikatakan bahwa penerapan konsepsi pembangunan selama ini telah banyak mengalami kekeliruan dalam perencanaannya. terdapat dua konsep atau strategi yang harus digunakan dalam pembangunan, yakni; Supply-Side Strategy dan Demand-Side Strategy. Idealnya dalam pembangunan kedua konsep ini haruslah dikombinasikan sehingga menghasilkan pembangunan yang berpihak pada semua komunitas. tanpa itu, jangan berharap bahwa permasalahan pembangunan akan teratasi secara baik. kasus pembagian bantuan BLT yang dilakukan adalah sebuah bagian dari konsep perencanaan pembangunan yang sesungguhnya sangat keliru. karena hanya berlaku untuk jangka pendek, bersifat instant, tidak mencerdaskan dan tidak memberikan pemberdayaan yang memadai untuk massa-rakyat dilapisan bawah. sangat kontekstual, bila BLT dibagikan bagi Masyarakat Miskin Kota sebagai sebuah tindakan preventif tetapi tidak tepat untuk masyarakat miskin di Pedesaan. seandainya para pengambil kebijakan sedikit menyisakan waktu untuk berpikir tentang nasib anak negeri dan negeri ini, mungkin hanya sedikit kesalahan perencanaan pembangunan yang terjadi, namun sayangnya semua elite negeri ini menghabiskan waktunya dengan urusan perutnya sendiri dan selalu mempolitisasi semua kebijakan. semoga masih ada harapan bagi para pemimpin republik ini untuk mau me-redefeinisi konsep perencanaan pembangunan negeri ini ditengah menipisnya kepercayaan publik terhadap negara (baca: Pemerintah). pembangunan memang sebuah dilema.

baca selengkapnya......

Jumat, 14 November 2008

Sepotong Interupsi Dari Sebuah Bedah Buku

Menghadiri acara Bedah Buku merupakan bagian dari ritual yang harus dilakukan oleh para pencari ilmu atau siapa saja yang haus akan ilmu. beberapa hari yang lalu bertempat di gedung International IPB Convention Center (IICC) digelar Bedah Buku yang berjudul " Reinventing Local Goverment" Pengalaman Dari Daerah. Buku ini ditulis oleh salah seorang Gubernur -tepatnya Gubernur Gorontalo- Dr. Ir. Fadel Muhammad. sebelum tiba pada acara bedah buku, sang penulis diberikan kesempatan untuk menyampaikan gambaran umum tentang isi buku tersebut.
Sepintas mendengarkan, nampaknya cukup ideal dan berani sikap yang diambil oleh sang gubernur. namun bila dikaji lebih mendalam semua statementnya yang bermuatan keberhasilan dalam kepemimpinannya tersebut terdapat kekosongan ruang yang mungkin saja belum dipaparkan atau dituliskan dalam bukunya. tetapi harus diakui bahwa hampir semua yang hadir disana memberikan apresiasi yang luar biasa kepada sang penulis - entah itu benar atau hanya sekedar menjaga wibawa seorang penulis yang notabene Gubernur-. semoga itulah yang sebenarnya.
Semua orang di Indonesia mengetahui secara jelas bahwa kepemimpinan seorang Fadel mampu mengantarkan Gorontalo untuk maju lebih cepat bila dibandingkan dengan Provinsi lain yang diresmikan seusianya. hal itu dikarenakan ada keberanian sang Gubernur untuk melakukan terobosan baru, sekalipun itu melawan kebijakan pemerintah pusat, yang mungkin saja dapat dipastikan bahwa gubernur lain di Indonesia tidak dapat melakukannya. ironinya dalam buku Reinventing Local Goverment " penulis tidak menggambarkan mekanisme seperti apa perlawanan pada pemerintah pusat harus dilakukan? apakah hanya dengan berlandaskan UU Otonomi Daerah? ataukah ada yang lain? semuanya belum secara jelas digambarkan disana. keyakinan saya adalah bapak Fadel mampu melakukan hal tersebut, karena dari sisi jaringan hampir semua elite yang mendiami kota para penindas kelas kakap mengenal Fadel, jauh sebelum beliau menjadi Gubernur. lalu bagaimana dengan Gubernur lainnya? apakah mereka bisa? jawabannya belum tentu bisa. semuanya akan berjalan sebagaimana keinginan penulis buku, manakala mekanisme yang dimaksud akan hadir mewarnai isi buku, sehingga memperkaya khazanah pengetahuan dan paling tidak menjadi panduan bagi Gubernur lainnya.
Selain itu, terdapat beberapa hal yang dalam hemat saya, akan menjadi boomerang untuk jangka panjang, misalkan pemberian bonus yang bertujuan untuk meningkatkan produktivitas kerja para pegawai, sebuah kebijakan yang biasa diterapkan dalam dunia Coorporasi. apakah karena Fadel Muhammad adalah Gubernur yang memiliki latar belakang pengusaha sehingga manajemen perusahaan ikut dibawa masuk dalam birokrasi ataukah? mungkin hanya beliau yang mengetahui jawabannya. selain itu apakah kebijakan tersebut telah dituangkan dalam sebuah payung hukum, yang jika suatu ketika bapak Fadel tidak lagi menjabat Gubernur, rezim berikutnya akan melakukan hal yang sama? ataukah hal tersebut hanya menjadi kebijakan seorang Fadel Muhammad? sekali lagi jika hanya sebuah kebijakan sesaat, maka akan menjadi boomerang pada jangka panjang, karena telah membudayakan sesuatu yang instant dan bukan pada penyadaran dan penguatan sistem kelembagaan. sungguh sebuah ironi!
Pada konteks itu, menjadi penting dalam menyiapkan konsepsi yang memadai untuk tetap mempertahankan eksistensi Provinsi Gorontalo Pasca Fadel Muhammad, sehingga tidak memberi kesan bahwa nama besar Gorontalo dengan konsep agropolitannya akan berakhir sejalan dengan berakhir masa jabatan seorang Gubernur jagung (Dr.Ir. Fadel Muhammad). jika tidak dipikirkan sedini mungkin, maka hemat saya - bahkan mungkin sebagian besar orang - Gorontalo dalam jangka panjang hanya akan menjadi halaman belakang dalam perdebatan pembangunan di Republik ini.
Tulisan ini tidak bermaksud untuk sok cerdas, tetapi lebih sebagai sebuah Interupsi. terlepas dari itu, hal ini juga merupakan bagian dari apresiasi atas terbitnya buku "Reinventing Local Goverment" pengalaman dari daerah. Tabeeea Jou. Chiko Ngeilo Masure

baca selengkapnya......

Sebuah Keprihatinan

Tulisan ini berangkat dari cerita seorang teman, pada suatu hari -tepatnya rabu- seorang anak berpakaian seragam warna putih biru menyebrangi jalan utama dramaga - jalan dimana sering berlalu-lalang para penentu kebijakan (Elite), pencari ilmu dan pemberi ilmu-. semua orang yang pernah mengijakkan kakinya dikota sejuta angkot (Bogor) pasti tahu bahwa jalan itu adalah jalan menuju kampus IPB Dramaga - sebuah Perguruan Tinggi yang cukup terkenal di Republik ini -. suasana saat itu lagi macet - sebuah fenomena yang hampir setiap saat disaksikan dikota ini (Bogor)- berniat untuk cepat menyebrang dan sampai rumah, ternyata nasib sial menyertainnya, karena bersamaan sebuah truk menyambarnya dan ia tergelatak bersimbah darah di pinggiran jalan. dalam kondisi demikian tak seorangpun yang dengan segera terpanggil naluri kemanusiaannya untuk menolongnya, bukan hanya para sopir angkot yang enggan mengantarkan anak itu, namun saat kejadian - menurut temanku- ada 3 (tiga) orang Polantas yang sementara mengatur lalulintas di jalan itu, tapi ironi (aneh) mereka sama sekali tidak menghiraukan anak itu, sampai beberapa menit kemudian mereka (Polantas) disapa oleh seseorang, lalu mengambil langkah. mobilpun disiapkan untuk mengantarnya ke rumah sakit, namun Tuhan merencanakan lain, anak itupun kemudian menghembuskan nafas terakhirnya dalam perjalanan. sungguh sebuah keprihatinan!
bahwa urusan hidup dan mati adalah kehendak sang pemilik mahluk, namun dari cerita diatas, apakah dapat disimpulkan bahwa naluri kemanusiaan kita telah terkikis atau tergadaikan oleh kesibukan pekerjaan, kesibukan untuk belajar ataukah kesibukkan untuk memenuhi biaya setoran mobil, sehingga sang anak tersebut tidak dihiraukan? apakah kehidupan sejati manusia adalah seperti perilaku yang diperlihatkan pada anak itu? tidak mungkin! apakah dengan hilangnya naluri kemanusiaan, dapatkah kita dikatakan orang-orang yang beradab atau beragama? sikap seperti itu tidak mencerminkan perilaku orang yang berilmu, beradab dan beragama.
jika demikian adanya, dapatkah para ilmuan dan sopir atau siapa saja yang saat itu berada dilokasi kejadian, kita kategorikan sebagai orang-orang yang tidak mengamalkan ilmunya dan telah mendustakan agama? jawabannya mungkin yach, karena mereka telah memperlihatkan ketiadaan sensitivitas mereka terhadap sesama mahluk.
semoga hal seperti ini tidak akan terulang lagi dinegeri yang katanya dihuni oleh orang-orang ilmuan dan beragama. coretan ini tidak bermaksud untuk menyudutkan siapa-pun, tapi lebih untuk membangkitkan dan menghidupkan naluri kemanusiaan serta menyadarkan kepada kita semua, bahwa ada hal yang teramat penting dan mulia, yakni menempatkan nilai manusia diatas segala-galanya, bukan materi. Tabeeea! Chiko Ngeilo Masure

baca selengkapnya......

Sabtu, 05 Januari 2008

Tulisan pertama

Alhamdulillah, dengan bantuan bung slamet dan bang aldi kini saya sudah punya blog. Sekedar diketahui bahwa membuat blog ini mengharuskan kami (baca : Slamet, Lafdi dan Azhiz) melewati malam panjang ditengah sebagian orang telah tertidur lelap. Semoga perjuangan kami dalam menghadirkan blog ini tidak berakhir dengan catatan pendek ini, tetapi akan menjadi starting point dalam menghadirkan tulisan-tulisan berikutnya, ibarat gelombang yang tak akan pernah surut, dan jikapun surut gelombang itu akan tetap terpantul kembali pada posisinya yang semula.

baca selengkapnya......