Negeri Maka Tanoan

Negeri Maka Tanoan
GEMA TIGALALU : INTUB MAKA TANOAN, MHONAS MAKA LILIAN, MOT MAKA PALIHARA

Jumat, 14 November 2008

Sebuah Keprihatinan

Tulisan ini berangkat dari cerita seorang teman, pada suatu hari -tepatnya rabu- seorang anak berpakaian seragam warna putih biru menyebrangi jalan utama dramaga - jalan dimana sering berlalu-lalang para penentu kebijakan (Elite), pencari ilmu dan pemberi ilmu-. semua orang yang pernah mengijakkan kakinya dikota sejuta angkot (Bogor) pasti tahu bahwa jalan itu adalah jalan menuju kampus IPB Dramaga - sebuah Perguruan Tinggi yang cukup terkenal di Republik ini -. suasana saat itu lagi macet - sebuah fenomena yang hampir setiap saat disaksikan dikota ini (Bogor)- berniat untuk cepat menyebrang dan sampai rumah, ternyata nasib sial menyertainnya, karena bersamaan sebuah truk menyambarnya dan ia tergelatak bersimbah darah di pinggiran jalan. dalam kondisi demikian tak seorangpun yang dengan segera terpanggil naluri kemanusiaannya untuk menolongnya, bukan hanya para sopir angkot yang enggan mengantarkan anak itu, namun saat kejadian - menurut temanku- ada 3 (tiga) orang Polantas yang sementara mengatur lalulintas di jalan itu, tapi ironi (aneh) mereka sama sekali tidak menghiraukan anak itu, sampai beberapa menit kemudian mereka (Polantas) disapa oleh seseorang, lalu mengambil langkah. mobilpun disiapkan untuk mengantarnya ke rumah sakit, namun Tuhan merencanakan lain, anak itupun kemudian menghembuskan nafas terakhirnya dalam perjalanan. sungguh sebuah keprihatinan!
bahwa urusan hidup dan mati adalah kehendak sang pemilik mahluk, namun dari cerita diatas, apakah dapat disimpulkan bahwa naluri kemanusiaan kita telah terkikis atau tergadaikan oleh kesibukan pekerjaan, kesibukan untuk belajar ataukah kesibukkan untuk memenuhi biaya setoran mobil, sehingga sang anak tersebut tidak dihiraukan? apakah kehidupan sejati manusia adalah seperti perilaku yang diperlihatkan pada anak itu? tidak mungkin! apakah dengan hilangnya naluri kemanusiaan, dapatkah kita dikatakan orang-orang yang beradab atau beragama? sikap seperti itu tidak mencerminkan perilaku orang yang berilmu, beradab dan beragama.
jika demikian adanya, dapatkah para ilmuan dan sopir atau siapa saja yang saat itu berada dilokasi kejadian, kita kategorikan sebagai orang-orang yang tidak mengamalkan ilmunya dan telah mendustakan agama? jawabannya mungkin yach, karena mereka telah memperlihatkan ketiadaan sensitivitas mereka terhadap sesama mahluk.
semoga hal seperti ini tidak akan terulang lagi dinegeri yang katanya dihuni oleh orang-orang ilmuan dan beragama. coretan ini tidak bermaksud untuk menyudutkan siapa-pun, tapi lebih untuk membangkitkan dan menghidupkan naluri kemanusiaan serta menyadarkan kepada kita semua, bahwa ada hal yang teramat penting dan mulia, yakni menempatkan nilai manusia diatas segala-galanya, bukan materi. Tabeeea! Chiko Ngeilo Masure

Tidak ada komentar: