Negeri Maka Tanoan

Negeri Maka Tanoan
GEMA TIGALALU : INTUB MAKA TANOAN, MHONAS MAKA LILIAN, MOT MAKA PALIHARA

Minggu, 01 Maret 2009

Pembangunan Wilayah Secara Berimbang : Catatan Untuk Rencana Pembangunan Pemprov Malut, Kota Ternate & Pemda Halbar

Pembangunan! Kata ini memang selalu menjadi tema sentral dalam perdebatan yang dilakukan oleh para pakar intelektual dinegeri ini maupun dunia. Seringkali kata ini muncul dari siapapun, entah masyarkat pada level groos roots maupun para pengambil kebjakan. Walaupun kata pembangunan seringkali menghiasi kolom artikel di berbagai media cetak dan buku-buku teks. Namun kenyataan tak bisa dihindari bahwa kata ini belum memiliki makna secara harfiah yang disepakati oleh semua komunitas. Kondisi inilah yang pada gilirannya memunculkan pemahaman atas pengertian pembangunan yang berbeda-beda, bahkan tak jarang menjadi bias. Fakta ini ditemukan oleh seorang Selo Sumardjan yang sempat terdampar di sebuah kota kecil, dimana seorang penduduk menyatakan bahwa “ Saya dulu tinggal di Jakarta, tapi karena adanya pembangunan sehingga saya pindah kesini”. Hal lainnya adalah apa yang pernah ditemukan oleh Romo Mangun diatas puncak gunung kidul, dalam mana seorang penduduk setempat mengatakan bahwa “ Saya bisa menghidupi keluarga, apabila tidak ada perintah pembangunan dari Kepala Desa”. Mungkin saja masih ada paradoks-paradoks lain yang belum terdeteksi. Yang tentu sama halnya dengan kedua paradoks yang ditemukan oleh kedua orang diatas.
Pada konteks itu, mungkinkah diperlukan sebuah konsep pembangunan yang dikonstruksi untuk menyamaratakan pemahaman atas makna pembangunan? Dapatkah kata pengembangan hadir untuk memecahkan paradoks tentang makna pembangunan? Ataukah kata yang tepat digunakan adalah pemberdayaan? Sungguh sebuah dilema.
Dalam ilmu perencanaan pembangunan wilayah, cenderung kata yang digunakan adalah pengembangan wilayah/kawasan daripada pembangunan wilayah/kawasan untuk istilah regional development, demikian juga untuk istilah community development, banyak yang cenderung menggunakan kata pengembangan wilayah dibandingakan pembangunan wilayah. hal ini dimaksudkan untuk menghindari pemahaman pembangunan yang bias. Misalnya, kata “ Perencanaan Dan Pengembangan Wilayah”. Munculnya berbagai pengertian dan pemahaman atas pembangunan tersebut, jika diamati secara mendalam dapat dikatakan bahwa secara subtantif makna pembangunan bergantung pada konteks pembangunan itu sendiri. halmana dapat dilihat dalam cerita Selo Sumardjan, dimana pembangunan bagi yang bersangkutan (Baca: seorang penduduk), adalah sebuah kebijakan yang pada gilirannya menyingkirkan rakyat. Bahkan pembangunan juga –seperti cerita Romo Mangun – adalah sebuah kegiatan yang dilaksanakan atas perintah Kepala Desa.
Dengan berbagai paradoks tersebut, dapat dikatakan bahwa pembangunan yang dijalankan selama ini telah menunjukkan wajahnya yang sangat menindas massa-rakyat – terutama kaum periferi-, karena itu konsep dan strategi pembangunan menjadi penting untuk direkonstruksi kembali. Sebab, model pembangunan selama ini telah banyak mengalami kekeliruan dalam proses perencanaannya – termasuk didalamnya adalah implementasi dari konsep pembangunan itu sendiri -.
Dalam pada itu, menjadi penting untuk dipikirkan solusi atas konsep pembangunan yang dikonstruksi pada level Maluku Utara. Secara konseptual rencana pembangunan yang dilakukan oleh pemerintah provinsi Maluku Utara, tentang rel kereta api lintas halmahera, pemerintah Kota Ternate dengan Tastera dan Pemeritah Daerah Kabupaten Halmahera Barat dengan Bandar Udara berskala Internasional adalah sebuah langkah maju, namun mestinya dipikirkan langkah-langkah dan indikator-indikator yang menyertainya. Karena salah satu strategi dari pembangunan berimbang atau pengembangan wilayah adalah harus adanya backward & Forward Linkage, kondisi ini sama halnya dengan penentuan sektor unggulan. Dalam mana berbagai contoh yang dapat dijadikan ukuran untuk melihat kekeliruan dalam menentukan sektor unggulan. Yakni kecenderungan penentuan sektor ini hanya didasarkan pada ukuran luas area lahan atau hanya mempertimbangkan aspek fisik wilayah semata, tanpa mempertimbangkan aspek ekonomi dan financial, serta aspek terkait lainnya. Sehingga apa yang menjadi sektor service seringkali hal itu dianggap sebagai sektor unggulan atau tak jarang disebut sektor basis.
Berbagai konsep pembangunan yang coba dirumuskan oleh para pengambil kebijakan di Maluku Utara, idealnya mengikuti pentahapan yang memadai, sehingga azas manfaat dari pembangunan untuk masyarakat dapat dirasakan secara baik. Bukan melakukan lompatan-lompatan ide atau gagasan dalam merumuskan sebuah konsep perencanaan. Artinya bahwa dalam merumuskan sebuah perencanaan pembangunan berbagai dimensi harus dipikirkan dan/atau dipertimbangkan, sehingga mampu manyelesaikan permasalahan yang dihadapi oleh masyarakat – terutama bagi masyarakat perdesaan -, bukan membuat masalah menjadi terpecah-pecah, yang pada gilirannya akan menyulitkan kita untuk merumuskan solusinya.
Secara teoritik, pembangunan yang berimbang bukan an-sich dilakukan pada wilayah central, namun yang dimaksdukan dengan keberimbangan pembangunan wilayah adalah adanya alokasi sumber daya yang berimbang bagi kawasan perkotaan dan perdesaan. Pada konteks itu, maka rencana pembangunan yang dilakukan oleh ketiga pemerintah di Maluku Utara yang sangat luar biasa diatas, adalah merupakan sebuah langkah untuk mengantisipasi Backwash Effect dan penyakit migrasi desa-kota yang luar biasa pada masa mendatang. Namun –sekali lagi – yang dikhawatirkan dan patut diajukan pertanyaan adalah “Apakah konsep rencana pembangunan diatas telah dilakukan kajian yang secara sistematis dan menyeluruh? Jika ya, apakah konsep pembangunan mega proyek yang akan dilakukan oleh ketiga pemerintahan dengan pendekatan pengembangan wilayah telah mengakomodasi strategi demand side strategy dan supply side startegy ? selanjutnya, bagaimana dengan indikator pembangunan wilayah yang meliputi Tujuan Pembangunan, Kapasitas Sumber Daya Pembangunan dan Proses Pembangunan. Dimana, diketahui bahwa tujuan pembangunan meliputi “Growth, Equity & sustainability. Sementara menurut kapasitas sumber daya pembangunan meliputi “ sumber daya alam, sumber daya manusia, sumber daya buatan & sumber daya sosial. Dan yang terakhir berdasarkan proses pembangunan meliputi “ Input, Proses/implementasi, Output, Outcome, Benefit & Impact. Apakah semua aspek tersebut telah diperhitungkan dan dipertimbangkan secara baik? Karena pada hakikatnya, pembangunan yang baik adalah, yang pro-poor, pro-growth & pro-employment maupun labor.
Pantas atau patut diberi apresiasi atas niat baik ketiga pemerintahan untuk membangun mega proyek diatas, namun dengan harapan telah mengakomodasi berbagai pertimbangan untuk mendorong pembangunan dengan pedekatan pengembangan wilayah secara berimbang. Jika tidak, maka dapat dikatakan bahwa mega proyek pembangunan diatas, hanya akan mempertontonkan Drama Crazy Development – kata temanku Lafdy-. Yang bisa saja, hanya menjadi penyedap telinga masyarakat menjelang pemilu dan pada akhirnya tidak terlaksana, atau dapat juga terlaksana dan kemudian tidak berhasil, atau hanya menguntungkan sekelompok orang dengan implementasi mega proyek tersebut. Semoga semua skeptisisme diatas tidak terbukti atau terwujud. Tabeeea…………. Chiko Ngeilo Masure.

Tidak ada komentar: