Negeri Maka Tanoan

Negeri Maka Tanoan
GEMA TIGALALU : INTUB MAKA TANOAN, MHONAS MAKA LILIAN, MOT MAKA PALIHARA

Minggu, 01 Maret 2009

Sumber Daya Alam ; Berkah Atau Petaka? Sebuah Perspektif

Mencermati aktivitas ekstraksi sumber daya alam di hampir seluruh daerah di Republik ini, semua orang yang masih menyisakan sedikit kearifan untuk menempatkan dan mensyukuri bahwa alam sebagai anugerah dari sang pencipta untuk semua mahluk yang mendiami kapal ruang angkasa yang bernama bumi, akan sangat prihatin bahkan terkesimak dan dapat mencucurkan air mata.sebab praktek kejahatan yang dilakukan atas sumber daya alam terbilang cukup luar biasa. entah itu oleh coorporasi maupun penambang lainnya yang tidak bertanggungjawab.

Dengan kondisi ini bukan tidak mungkin akan terjadi kutukan sumber daya alam, jika keberpihakan terhadap sumber daya alam demikian tidak ada dalam alam pemikiran dan nurani kita. dengan bahasa agak ekstrem dapat dikatakan bahwa " Langit akan runtuh ketika tiang-tiang peyangganya dikeruk habis atas nama developmentalisme. di sisi yang lain negara (Baca : Elite/Pemerintah) terus melakukan pembodohan kepada rakyat dengan menggunakan argumentasi bahwa hal ini tak lain dan tak bukan, kecuali dilakukan hanya untuk mendorong pertumbuhan ekonomi yang pada akhirnya bertujuan untuk mensejahterakan rakyat. sekalipun dikemudian hari rakyat hanya menjadi tumbal dari kerakusan para elite dan koorporasi untuk melakukan akumulasi kapital.
Pada konteks ini, nampaknya pengambil kebijakan hanya memiliki salah satu indikator model pembangunan, yakni penekanannya pada dimensi growth. padahal konsep pembangunan yang baik adalah tidak an-sich pro-growth, tetapi juga harus pro-employment dan pro-poor, serta yang tak kalah penting dipertimbangkan adalah keberpihakan terhadap modal alam itu sendiri. Dalam pada itu, menjadi penting dan memiliki "sifat harus" untuk melakukan perlawanan terhadap penguasa dan pengusaha yang secara subtantitif telah meninggalkan bom waktu dan dipastikan bakal menjadi bencana kemanusiaan dalam jangka panjang. mengapa tidak? hal mana terlihat secara telanjang contoh kasus pasca penambangan di beberapa daerah. Misalnya pulau gebe. sungguh sebuah ironi peradaban! karena terbukti tidak ada kontribusi yang signifikan terhadap perbaikan mutu hidup masyarakat disekitar kawasan penambangan, bahkan hanya menciptakan ketergantungan dan menggeser nilai-nilai kebudayaan lokalitas serta merubah struktur mata pencaharian yang sesungguhnya.
Hal lain yang perlu disadari sedini mungkin sehingga dipikirkan solusinya adalah berbagai konsep yang dihadirkan oleh perusahaan, misalnya ; Comdev (Community Development) dan mungkin juga CSR merupakan konsep yang sebenarnya dihadirkan sebagai upaya untuk membungkam gerakan-gerakan perlawanan dari massa-rakyat. sebab jika disadari dan diamati lebih jauh, maka diketahui bahwa ternyata konsep CSR hanya bermain pada tataran "Voluntarisme", sehingga akan sangat tergantung pada kesuka-relaan perusahaan dan tentunya aspek Sustanaibility-nya tidak dapat dipertanggungjawabkan. mestinya CSR harus diletakkan pada tataran Structural Approach sehingga dimensi keberlanjutan sumber daya alam dapat dipertanggungjawabkan. pada hal terakhir inilah Negara (Baca : Pemerintah) dituntut untuk selalu pro-aktif.
Terlepas dari aspek Sustanaibility yang tidak dapat dipertanggungjawabkan, CSR juga hanya mengakomodasi kepentingan-kepentingan sosial-kemasyarakatan, tidak dengan kepentingan dan hak alam. oleh karena-nya menjadi sebuah keharusan untuk mendorong model yang lebih spesifik dan lebih berpihak pada sumber daya alam. konsep yang dimaksud tersebut adalah CCRR (Coorporate Community Recources Responsibility). Konsep ini di konstruksi dan digulirkan oleh Prof. Dr. Akhmad Fauzi bersamaan dengan pengukuhan Guru Besar dilingkungan Institut Pertanian Bogor. semoga konsep yang luar biasa ini akan memberikan pemahaman yang memadai dan mampu diimplementasikan oleh semua komponen yang melakukan aktivitas ekstraksi sumber daya alam di negeri ini.

Tidak ada komentar: