Negeri Maka Tanoan

Negeri Maka Tanoan
GEMA TIGALALU : INTUB MAKA TANOAN, MHONAS MAKA LILIAN, MOT MAKA PALIHARA

Kamis, 26 Maret 2009

Nasib Para Pembaharu ; Sebuah Cerita Terserak

Nasib Terbaik Adalah Tidak Pernah Dilahirkan,
Yang Kedua, Dilahirkan Tapi Mati Muda,
Dan Yang Paling Tersial Adalah Mati Diusia Tua.
Wahai Bayi Kecil, Kembalilah Dari Ada Ke Tiada,
Kembali Dalam Ketiadaanmu
(Shoe Hoek Gie ; Catatan Harian Seorang Demonstran)

Kalimat Diatas sontak teringat oleh ku saat dalam sebuah perjalanan ! Yach....benar dalam sebuah perjalanan pulang... tepatnya perjalanan pulang ke bogor bersama seorang temanku. dalam mana, saat itu kami lewati jalan yang mungkin tak asing bagi siapa saja, yang pernah menginjakkan kaki di kota yang dihuni para penindas kelap kakap ( Baca : Kota Jakarta), yakni Jalan Imam Bonjol. Jalan yang mungkin tak jauh dari jalan Proklamasi, Diponegoro, Wahid Hasyim, juga Thamrin dan Sudirman. bahkan tak jauh dari gedung itu, berdiri sekretariat sebuah institusi yang terlanjur besar di bangsa ini, yakni PB HMI. secara sadar aku langsung mengatakan pada temanku, bahwa ketika melewati jalan-jalan tersebut, aku selalu teringat oleh kata-kata seorang demonstran, cendekia, juga seorang pejuang perubahan, namun perjuangannya itu sampai saat ini belum juga terwujud. entah kenapa ? aku juga belum menemukan jawabnya. sosok yang kumaksud adalah Shu Hok Gie - namun bukan berarti hanya dia seorang yang melakukan hal itu, karena masih banyak sosok yang militan dan memiliki semangat perjuangan yang sama, bahkan jauh lebih besar lagi yang tentunya sudah ada jauh sebelum dia hadir- lalu... dengan secara sadar pula temanku mengajukan sebuah pertanyaan. kenapa kamu selalu teringat akan kata-kata sang demonstran - seperti tertulis diatas - tersebut?secara perlahan, aku memaksakan diri dengan nada suara yang agak serak atau parau - karena tanpa sadar air mataku menetes - aku menjawab, dengan menunjukkan telunjukku kearah sebuah gedung - tak tahu jelas, gedung apa itu - kalau tidak salah ingat, sepenggal kata yang sempat ku baca didepan gedung tersebut adalah " Justice "-semoga tidak salah tulis -. Tentunya bukan itu inti dari cerita ini, namun yang pasti memberi kesan mendalam adalah didepan gedung atau kantor tersebut terpampang sehingga terlihat begitu jelas wajah - wajah anak negeri yang harus membayar mahal nilai dari sebuah sikap perlawanan yang ditunjukkan dalam perjuangannya atas nama keadilan, perubahan dan mungkin masih banyak lagi atas nama kebenaran. mereka semua- andai tak salah- meregang nyawa didepan moncong senapan, ditaburi racun arsenik, disiksa dan berbagai modus pembunuhan lainnya. semua itu terjadi, karena pilihan. yach .... karena pilihan mereka untuk adanya keadilan, kebenaran dan keberpihakan terhadap rakyat banyak, yang dapat hidup di negara yang katanya pro terhadap nasib ummat/rakyat.
Pada konteks "Pilihan" itu, kembali saya diingatkan oleh kata-kata seorang sahabatku. yakni, hidupa adalah pilihan. dan setiap pilihan memiliki konsekuensinya masing-masing. artinya ketika mengambil suatu pilihan tentunya kita sudah siap mengorbankan pilihan-pilihan lainnya. termasuk didalamnya adalah pilihan untuk tetap hidup dan / atau mati. karena itu dibutuhkan nyali dan keberanian untuk menentukan pilihan-pilihan yang terbaik untuk kita. pernyataan ini mencerminkan sikap dan keberanian orang-orang yang wajahnya terpampang di depan sebuah gedung yang dimaksudkan tadi dalam mengambil sikap dan pilihan hidupnya. mereka telah menganggap bahwa pengorbanannya adalah sebuah konsekuensi logis dari perjuangan yang mereka lakoni. mereka menginginkan dan meyakini bahwa sepeninggal mereka perlawanan yang tak kalah juga akan dilakukan oleh generasi disini dan kini. ironinya, harapan mereka - mereka yang telah secara rela dan ikhlas menjadi sasaran pengejaran militer, sasaran di bumbuhi racun arsenik, sasaran tembak para desertir, dan masih banyak lagi sasaran-sasaran lainnya, dalam konteks kekinian dan kedisinian belum menunjukkan atau membuahkan hasil. yang signifikan. hal ini karena belum terlihat secara jelas perlawanan yang dilakukan berlangsung secara total, tetapi lebih cenderung perlawanan yang terjadi hanya bersifat parsial dan temporer. sungguh sebuah tambahan kepedihan bathin generasi kini kepada para pembaharu yang andai bisa bangkit lagi, maka perjuangan melawan kesewenang-wenangan masih terus berlanjut dan "mungkin" membuahkan hasil yang akan dinikmati oleh anak negeri secara bersama. olehnya, mari bersama membangun sebuah manfesto untuk melawan bentuk-bentuk penindasan - apapun bentuknya- baik oleh negara maupun oleh swasta.
Dalam pada itu, maka yang ingin penulis katakan adalah apa yang disinyalir oleh Krisna ketika menasihati Arjuna yang ragu memanah sang kakek. bahwa yang kau panah bukanlah kakekmu, melainkan keangkara murka-an yang bersarang pada tubuhnya. artinya bahwa antara manusia dan perbuatan adalah dua hal yang berbeda. karena itu, apa yang dilakukan oleh wajah-wajah yang sementara terpajang rapi di jalan Imam Bonjol, depan sebuah gedung adalah sebuah sikap yang secara fisikli dapat digusur oleh roda peradaban, maksudnya sebagai manusia mereka telah tiada karena telah memenuhi panggilan Sang Khalik, akan tetapi sebagai perbuatan, kiranya semangat perjuangannya harus diteladani. maksdunya secara ruhiah, sikap dan perbuatan mereka akan selamanya tetap terabadikan oleh peradaban. karena yang dibunuh adalah sosok mereka secara fisik, namun tidak untuk semangat perjuangan mereka.Semoga wajah-wajah pembaharu bumi pertiwi yang terpampang didepan sebuah gedung itu, tidak sekedar untuk mengingatkan kita akan kejadian tragis yang menimpa mereka, juga bukan sekedar terpampang dalam acara acara serimonial saja, melainkan dengan dihadirkannya wajah -wajah pembaharu yang terpampang tersebut, dapat membangkitkan semangat perjuangan kita untuk meneruskan cita-cita luhur mereka.
Karena Itu, seyogyanya Kalimat yang disampaikan oleh Shoe Hok Gie diatas haruslah dijadikan atau dipahami sebagai sebuah tamparan yang harus segera kita refleksikan. karena memang, nasib terbaik adalah tidak pernah dilahirkan, sehingga kita tidak pernah mengetahui kejadian yang terjadi diatas persada ini, juga lebih baik mati muda, tapi meninggalkan semangat perjuangan - bukan simbol - yang tak terhapus oleh hujan dan badai, daripada harus mati diusia tua dan tak meninggalkan sesuatu yang berarti. atau jika tetap memilih hidup, maka bersedialah dengan sebuah sikap yang sama seperti Tan Malaka, sehingga kita tidak termasuk pada golongan orang-orang tersial mati di usia tua. karena tidak mampu berbuat sesuatu untuk perubahan negeri ini.
Tulisan berserakan ini, sekedar merefleksikan perjalanan panjang perjuangan mereka-mereka yang telah mendiami alam dimana tempat kembalinya manusia. tidak untuk manusia yang bermoral baik saja, tetapi manusia-manusia pendusta juga pasti akan kembali kesana dan mempertanggiungjawabkan ke-diri-annya sebagai khalifah dimuka bumi. apakah kita dan mereka telah berbuat baik untuk ummat, telah berjuang atas nama kebenaran? atakah kita telah membunuh atas nama keamanan, atau mengakhiri hidup seseorang hanya karena kita berkuasa, dan tidak mau terganggu olehnya? atau meracuni seseorang yang dianggap akan membongkar semua bentuk kejahatan di republik ini? semua kita tidak ada yang mengetahuinya. Tapi tentunya para Malaikat telah mencatat semuanya. besar harapan semoga kita adalah bagian dari orang-orang yang mau meneruskan cita-cita perjuangan mereka, dan kalau perlu harus meregang nyawa dihadapan moncong senapan dan modus pembunuhan lainnya dalam sebuah perjalanan perjuangan kebenaran. seperti yang dilakukan oleh mereka - mereka sebelumnya. karena apapun bentuk dan upaya penghindaran kita, semua kita pasti akan kembali, yang semula tiada kemudian menjadi ada, dan kembali lagi dalam ketiadaan.

1 komentar:

It's me ..... f i a mengatakan...

semoga perjuangan ini akan terus ada dalam hati semua penerus cita-cita Shoe Hok Gie...untuk menuai kata kebenaran yang seadilnya.

@ sodara azhiz : saya suka banget tulisan ini, hingga saya memutar kembali film Gie, yang memang favorit saya sejak saya mengenal siapa Shoe Hoek Gie dalam buku autobiografinya