Negeri Maka Tanoan

Negeri Maka Tanoan
GEMA TIGALALU : INTUB MAKA TANOAN, MHONAS MAKA LILIAN, MOT MAKA PALIHARA

Minggu, 01 Maret 2009

Pemekaran Wilayah VS Konflik Sosial

Dewasa ini ide dan gagasana tentang pembentukan daerah otonom baru melaju dengan cepat dan pesat. semangat ini mencuat ke permukaan sejalan dengan keluarnya Undang-Undang No 22 Tahun 1999 yang kemudian di revisi menjadi Undang-Undang No 32 Tahun 2004, yang tidak lain membawa angin segar dan merupakan tuntutan dari semangat dan ruh demokrasi yang digulirkan oleh berbagai kalangan. dengan lain perkataan semangat pemekaran ini mengalir bersamaan dengan kran demokrasi yang tertutup selama 32 tahun terbuka dan upaya untuk membangun keberimbangan pembangunan antar wilayah di dengungkan oleh hampir seluruh komponen bangsa.
Ironinya, gagasan pemekaran wilayah dalam perjalanannya tak lepas dari fenomena-fenomena konflik sosial dengan aktor konflik, masyarakat, negara dan tak terkecuali swasta. fenomena yang tak jarang terjadi adalah konflik tentang batas wilayah (teritori) dan Sumber Daya Alam. dengan berbagai konflik ini, sebagian komponen anak bangsa mempertanyakan urgensi dari pemekaran wilayah atau pembentukan daerah otonom. bahkan tak jarang sebagian lagi menggugatnya.karena semangat pemekaran yang sesungguhnya adalah memperpendek rentang kendali dan terlebih untuk meningkatkan kesejahteraan dan pelayanan masyarakat, ternyata pada faktanya hanya menjadi komoditi politik elite lokal untuk memperebutkan kekuasaan. sehingga subtansi pemekaran tidak menyentuh pada inti dan hakikat pemekaran itu sendiri melainkan hanya menghadirkan raja-raja kecil di level lokal.
Hal lain yang tak dapat dipungkiri adalah pemekaran wilayah juga cenderung memicu terjadinya konflik sosial. fakta ini belakangan terjadi di berbagai daerah, kasus konflik antara masyarakat kao dan malifut, konflik kabupaten Halmahera Barat dan Halmahera Utara dan berbagai konflik lainnya di seluruh penjuru tanah air.
Dalam hemat penulis, konflik dan berbagai fenomena konflik diatas terjadi, karena beberapa hal yang menyertainya. diantaranya. Pertama : Kajian pemekaran cenderung hanya melalui mekanisme DPR sehingga aspek politik yang lebih dominan di pertimbangkan. Kedua ;syarat-syarat formal yang diajukan oleh aturan perundang-undangan seperti kelayakan administrasi, tekhnis dan fisik wilayah hanya formalistis, karena lobi-lobi politik yang mendominasi mekanisme tersebut.Ketiga ;kemampuan politik, ekonomi dan aspek pembiayaan lainnya yang mendorong keleluasaan pelayanan kepada massa-rakyat belum memadai. dan mungkin berbagai hal lainnya
Dengan pertimbangan realitas diatas, maka sebagai upaya untuk meminimalisir potensi konflik yang muncul akibat pemekaran wilayah, menjadi penting untuk dilakukan pengkajian mekanisme pembentukan daerah otonom baru yang lebih mumpuni, serta tidak mengabaikan syarat-syarat yang telah ditentukan. dan yang tak kalah penting dipertimbangkan adalah menyangkut kesiapan daerah, baik dalam aspek pembiayaan, SDM dan kredibilitas birokrasi dalam melakukan pengelolaan pemerintahan yang bersih dan lebih baik. hal lainnya adalah melakukan pengutan kapasitas publik untuk mengontrol kinerja eksekutif dan terutama legislatif yang merupakan wakil rakyat yang cenderung mengeksploitasi rakyat. sehingga semangat pemekaran wilayah yang intinya adalah meningkatkan pelayanan publik dan mensejahterakan rakyat benar-benar diwujudkan secara lebih bijak dan arif. tabeeeea jou.... chiko ngeilo masure

Tidak ada komentar: